Rabu, 24 Juni 2009

Stop Nespressure NOW!!!

“STOP Nespressure and negotiate now!”,
Malaysian Food Workers tell Nestlé Indonesia.

The visit culminated in a protest action in front of the Nestle Panjang factory.


FIEU President Muhammad Zelan bin Harun holds up the Nestlé Malaysia CBA, showing the pages containing the wage tables





The visit culminated in a protest action in front of the Nestle Panjang factory.









Rabu, 03 Juni 2009

Surat Terbuka SBNIP

SURAT TERBUKA
Atas permasalahan yang terjadi di lingkungan PT Nestlé Indonesia

Bagaimana mungkin perusahaan akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, jika tidak dapat memberikan manfaat bagi karyawannya untuk jangka panjang.


Dengan hormat,

Kami atas nama Serikat Buruh Nestle Indonesia Panjang (SBNIP) sebagai serikat yang memiliki hak berunding yang sah bagi seluruh karyawan pembuat Nescafé, di PT Nestlé Indonesia - Pabrik Panjang, menyampaikan surat terbuka ini dalam rangka memperjuangkan hak- hak kami di dalam kerangka hubungan industrial yang harmonis.

Segenap anggota SBNIP sangat terkejut dan sangat kecewa setelah mendapatkan Panggilan dari Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri TanjungKarang No: 03/G/2009/PHLTK tanggal 29 April 2009 bahwa PT Nestlé Indonesia mengajukan gugatannya ke Pengadilan Hubungan Industrial dalam rangka penyelesaian Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Kekecewaan dan penyesalan yang sangat mendalam ini timbul dari kekhawatiran akan sirnanya nilai – nilai keharmonisan hubungan industrial yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan PKB. Nilai – nilai keharmonisan tersebut akan sirna jika permasalahan penyelesaian PKB ini ditempuh melalui jalan pengadilan.

Bagaimana mungkin, Nestlé sebagai perusahaan produsen makanan terbesar di dunia menghindar dari tanggung jawabnya dengan membawa permasalahan PKB ke Pengadilan, bahkan hanya untuk melakukan musyawarah mengenai upah.

Apa yang dilakukan Nestlé Indonesia tersebut menurut kami merupakan bentuk dari upaya penindasan terhadap hak – hak kami untuk mendapatkan hak berserikat dan berundingan bersama sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Konvensi ILO no 98, tentang Berlakunya Dasar-Dasar dari Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama.
Bahkan hal tersebut merupakan bukti tidak dihormatinya peraturan Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD Guidelines), oleh Nestlé Indonesia.


Yang kami inginkan adalah Musyawarah untuk Mufakat,

Undang – Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa, Penyusunan Perjanjian Kerja Bersama adalah wajib diselesaikan secara musyawarah dengan itikad baik. Musyawarah adalah cara yang dipakai dan dijalankan oleh bangsa Indonesia selama berabad – abad dan tercantum dalam Mukadimah Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Begitu pula Undang – Undang No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial mewajibkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui musyawarah untuk mufakat.

Permasalahan yang sebenarnya timbul adalah keinginan kami untuk melakukan musyawah mengenai beberapa hal yang kemudian dicantumkan dalam Perjajian Kerja Bersama. Beberapa hal utama tersebut adalah;

1. Kebebasan Berserikat

Kami menginginkan adanya kebebasan dalam menentukan pilihan, apakah kami ingin berserikat ataupun tidak tanpa campur tangan dalam bentuk apapun dari pengusaha.
Kami menginginkan adanya kebebasan bagi serikat buruh untuk melakukan kegiatan sepanjang kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku, serta tidak menggangu jalannya produktifitas.

2. Pengupahan yang Layak melalui Musyawarah

Kami menginginkan agar sistem pengupahan dilakukan dengan cara musyawarah dalam menentukannya baik upah bagi karyawan baru maupun karyawan yang sudah lama bekerja.
Kami menginginkan adanya skala pengupahan dengan tujuan mengurangi kesenjangan upah tertinggi dan terendah.
Nestlé di negara lain memberikan hak melakukan musyawarah atas upah dan skala upah kepada karyawannya melalui perundingan PKB, namun Nestlé Indonesia tidak memberikannya dan mengatakan dengan tegas mereka tidak akan memberikan hak tersebut serta menyatakan bahwa pengupahan adalah prerogatif perusahaan.

3. Penataan pengunaan sistem Outsourcing

Kami menginginkan agar penggunaan sistem outsourcing di PT Nestlé Indonesia dapat ditata melalui jalan musyawarah dengan berdasarkan pada Undang – Undang No 13 Tahun 2003 dan peraturan perundangan lainnya yang mengatur sistem outsourcing.


4. Prosedur PHK dan komponen uang pisah

Kami menginginkan adanya musyawarah mengenai prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dengan sebab – sebab, antara lain; pensiun dini, pensiun normal, pengurangan karyawan, karena kesalahan berat, karena meninggal dunia. Serta musyawarah dalam menentukan komponen uang pisah.


Nestlé Indonesia menyatakan bahwa mereka ingin menjadi perusahaan yang memberi manfaat bagi masyarakat dalam jangka panjang, namun bagaimana mungkin dapat terwujud jika tidak dapat memberikan manfaat bagi karyawannya untuk jangka panjang. Penolakan terhadap musyawarah tentang beberapa hal di atas menjadi bukti bagaimana manfaat itu tidak akan kami rasakan selaku karyawan Nestlé Indonesia.


Demikian pernyataan terbuka ini, perhatian dan dukungan dari berbagai pihak sangat kami butuhkan dalam rangka meyakinkan perusahaan untuk dapat duduk bersama dalam rangka menyelesaikan permasalahan dengan jalan musayawarah untuk mufakat.

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
SERIKAT BURUH NESTLE INDONESIA PANJANG

An Ketua SBNIP


Pramono

SERIKAT BURUH NESTLE INDONESIA PANJANG
Sekretariat
Jl Tanjungpura No 2 Panjang – Bandar Lampung
Phone :0812 72 1 7891
Email :ni_union@yahoo.com

Tembusan :- Ron Oswald, IUF General Secretary
- Arsip

Rabu, 06 Mei 2009

Kami Buat Nescafe untuk anda...
Tetapi....
Mereka tidak memberikan hak - hak Kami